Menjelang pelantikan presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, beberapa program yang ia canangkan kembali naik ke permukaan. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah program 3 juta rumah Prabowo.
Sebagai suatu wacana, program rumah Prabowo Gibran ini tentu punya pro dan kontra sendiri. Untuk melihat peluang hingga tantangannya, mari simak detailnya di bawah ini!
Program 3 Juta Rumah Mendapat Apresiasi Apersi
Program Prabowo Gibran ini sudah menerima dukungan dari sejumlah pihak, di mana Apersi adalah salah satunya. Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) siap bantu mensukseskan program ini.
Junaidi Abdillah selalu Ketua Umum Apersi tidak hanya menyatakan dukungan, tapi juga menyampaikan bahwa target ini juga bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun begitu, bukan berarti program ini tidak bisa berjalan.
Hal ini dapat terealisasi ketika semua stakeholder dalam industri perumahan melakukan sinergi. “Tapi bukan tidak mungkin kita bisa mencapainya bersama dengan cara bersinergi antara seluruh stakeholder industri perumahan,” ujar Junaidi dari keterangan resminya,
Program ini nantinya akan terbagi ke dalam dua mode, yaitu dua juta unit di daerah pedesaan dan pesisir, serta satu juta lainnya pada daerah perkotaan.
Di dalam kesempatan yang sama Apersi juga menyatakan apresiasinya kepada PT BTN (Bank Tabungan Negara Tbk) yang punya peran penting. Peran PT BTN dalam program ini berkaitan dengan masalah pembiayaan program rumah murah pemerintah, sekaligus sebagai mitra strategis Apersi.
Oleh karena itu, Junaidi berharap jika dalam berbagai program rumah subsidi pemerintah, semua stakeholder terus bekerja sama untuk menghadirkan berbagai ide baru dan pembiayaan.
Dengan membangun perumahan di darah yang selama ini tidak menerima pasokan rumah murah, maka diharapkan aspek perekonomian di sana dapat lebih bergairah. Hal ini tentu juga akan ikut memberikan para pengembang perumahan di daerah bisa semakin mendapat peluang.
Program Rumah Prabowo Diperkirakan Bisa Serap 14 Juta Pekerja
Berdasarkan ucapan Prabowo dalam kampanyenya di Februari 2024 lalu, para pengusaha properti turut menyampaikan pendapatnya.
Banyak yang optimis dengan janji ini, sehingga siap memberikan dukungan penuh demi kelancaran program.
Apabila program ini sungguh terlaksana, maka nantinya jumlah lapangan pekerjaan yang terbuka selama proyek sudah pasti akan sangat banyak. Bahkan kemungkinan serapan tenaga kerjanya bisa menembus belasan juta.
Menyambut program ini, Joko Surano, selaku Ketua Umum Realestat Indonesia (REI), menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan diskusi lanjutan. Diskusi ini berkaitan dengan strategi pembiayaan perumahan tersebut nantinya.
Ia juga berharap bahwa program 3 juta rumah tersebut juga mampu mengatasi kesenjangan kepemilikan atau backlog perumahan di masa sekarang. Saat ini diperkirakan kesenjangan tersebut mencapai 9,9 unit,
Apabila persoalan backlog tersebut masih belum terselesaikan, nantinya program kesejahteraan tidak akan bisa terjadi. Karena mau tidak mau, kita harus mengakui jika rumah layak huni juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Di mana ini juga bisa membuat fenomena stunting akan lebih marak lagi.
Ia juga menyatakan bahwa program ini sangat penting karena berkaitan dengan lapangan pekerjaan. Mengingat industri properti merupakan industri yang padat karya, maka pasti akan banyak lapangan pekerjaan terbuka. Ia memprediksi kebutuhan pekerja bisa mencapai 14 juta orang.
Berdasarkan hitungannya, apabila wacana program ini terwujud sebanyak sejuta unit saja, maka investasi yang bisa ditarik akan mencapai Rp356 triliun. Lalu pendapatan yang terdistribusi melalui lapangan pekerjaan tersebut jumlahnya bisa mencapai angka Rp114 triliun atau rata-ratanya Rp4,3 juta,
Di sisi lain, ia juga menyatakan pendapat apabila program ini tidak berjalan baik. Ketika tidak ada pengelolaan, rencana, hingga eksekusi yang matang, maka nantinya akan muncul inefisiensi infrastruktur. Hal tersebut kemudian bisa mendorong inefisiensi subsidi BBM, serta permasalahan lainnya.
Ada Anggapan Target 3 Juta Rumah Bukanlah Solusi Permasalahan Properti
Meskipun ada sambutan hangat, program ini juga tidak terlepas dari kritikan dari profesional. Ada anggapan jika target pembangunan tiga juta unit rumah setiap tahunnya bukanlah cara yang tepat demi membebaskan masalah kesenjangan backlog atau kebutuhan rumah di Indonesia.
Hal ini tidak efektif apabila programnya tidak diiringi oleh sejumlah insentif tambahan sebagai pendukung.
Bambang Ekajaya selaku Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) menyatakan bahwa target tiga juta rumah tersebut tidak semuanya dalam bentuk rumah tapak.
Ucapan adik yang merangkap Ketua Satgas Perumahan Presiden terpilih Prabowo, Hashim S. Djojohadikusumo ternyata ada maksud lainnya,
Dikutip dari Kontan (14/9/24), Bambang menyatakan, “Untuk target 3 juta rumah itu, Pak Hasyim sudah jelaskan jadi 3 juta terdiri dari 2 juta hunian vertikal dan 1 juta hunian tapak,”
Dari ucapan tersebut berarti kebanyakan perumahan tersebut berbentuk rumah susun, bukan rumah konvensional yang biasa ada di tanah air.
Pada program ini nantinya ada hunian komersial dan hunian subsidi. Sementara bagi perumahan vertikal akan ada di kota besar dengan menggunakan lahan Pemda (Pemerintah Daerah). Lalu konsep huniannya ialah TOD (Transit Oriented Development), yang berguna menghindari macet.
Bambang pun menyatakan bahwa target yang Hasyim sampaikan ini lumayan berat. Apalagi jika mengingat program pemerintah sebelumnya, Program Sejuta Rumah (PSR) untuk setiap tahun, faktanya susah terealisasikan.
Tahun ini target PSR tersebut adalah membuat hunian hingga 1.042.738 unit. Sedangkan hingga Juli 2024 lalu yang terealisasikan baru 617.622 (59,23%). Jika membandingkan hasil kerja ini dengan program baru, maka rasanya memang cukup sulit.
Ketertarikan Masyarakat Pada Rumah Vertikal Masih Kurang
Ketika membicarakan program rumah ini, maka kita tidak dapat mengesampingkan masyarakat yang akan menjadi konsumen.
Seperti yang Anda baca sebelumnya, dua juta dari hunian nantinya berbentuk hunian vertikal. Sementara hingga per kuartal kedua di tahun 2024 ini, hunian tersebut peminatnya masih sedikit dibandingkan rumah tapak.
Perlu diketahui, keduanya padahal sama-sama menerima insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah).
Kurangnya minat masyarakat ini dapat terlihat dari hingga paruh pertama 2024 masih belum ada developer yang melakukan perresmian pembangunan apartemen baru, Para developer pun lebih tertarik dengan rumah tapak, karena proses pembangunannya bisa lebih cepat sehingga dapat mengejar PPN DTP.
Lalu dari sisi bisnisnya, bagi developer rumah, hunian vertikal kurang menarik karena harga penjualannya terlalu murah.
Contohnya adalah program Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) yang hingga sekarang masih mandek, akibat harganya jualnya dianggap tidak realistis. Di mana pemerintah mematok harganya di bawah biaya konstruksi. Hal ini kemudian membuat perkembangannya tidak terasa.
Di beberapa platform properti, penjualan apartemen yang punya kualitas ala bintang lima pun hingga sekarang masih teratas menantang. Jadi, sekarang ini memang budaya untuk tinggal di hunian vertikal memang belum terlalu signifikan.
Terlepas dari bagaimana realisasi program 3 juta rumah Prabowo ini, jika Anda sedang butuh rumah tapak dalam waktu dekat, maka Wiraland adalah solusinya. Dengan pengalaman menghasilkan perumahan berkualitas dengan harga bersaing, maka Anda bisa segera mendapatkan rumah impian. Hubungi kami sekarang!