Berita Australia terkini: Australia krisis rumah parah! Harga rumah Australia pun menggila! Survei terbaru mengungkap daya beli masyarakat Australia anjlok ke titik terendah sepanjang sejarah. Dari 45 ribu lebih iklan properti, tercatat hanya 368 rumah saja yang masih terjangkau bagi individu dengan UMR.?¹?
Parahnya lagi, mahasiswa menjadi segmen yang paling terpukul akibat krisis ini. Survei yang sama membeberkan saat ini nyaris tidak ada tempat tinggal yang terjangkau bagi pelajar, bahkan yang memperoleh tunjangan pemerintah sekalipun.
The Guardian melaporkan biaya sewa rumah di Australia rata-ratanya mencapai $31.252 atau Rp333,25 juta per tahun.?²? Sementara itu, mereka yang kurang beruntung terpaksa hidup di jalanan. Sensus terbaru mencatat 122.494 penduduk Australia merupakan tunawisma.
Lantas, apa penyebab krisis rumah di Australia sedemikian parah?
Penyebab Krisis Rumah yang Terjadi di Australia
Beberapa faktor disebut-sebut sebagai biang keladi di balik terpuruknya sektor perumahan di Negeri Kanguru, mulai dari faktor-faktor terkait COVID-19 sampai kelalaian pemerintah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
1. Harga Properti Meroket
Harga rumah mengalami kenaikan yang cukup pesat dibandingkan kenaikan pendapatan dalam beberapa dekade terakhir. Faktanya, laju pertumbuhan tahunan gabungan di sektor properti mencapai 7,2% sejak tahun 1960-an.
Diperkirakan lahan perumahan saat ini mencakup 48% dari total nilai aset nasional Australia, dibandingkan dengan 34% pada tahun 2012. Nilai ini mengalahkan semua kelas aset lainnya, seperti real estate komersial, obligasi, dan saham.
Seiring dengan meroketnya harga hunian, waktu yang dibutuhkan untuk menabung uang muka KPR pun meningkat secara signifikan, yaitu sekitar 14 tahun dengan gaji rata-rata. Harga median satu unit hunian di ibu kota Australia sendiri kabarnya senilai $664.596 atau Rp7,08 miliar.
Sementara itu, ada dua faktor yang menentukan harga perumahan di Australia dalam jangka panjang: 1) pertumbuhan populasi yang tidak biasa di Australia, dan 2) kelangkaan lahan hunian di lokasi strategis.
Populasi Australia berjumlah 26,6 juta pada Juni 2023, dengan pertumbuhan rata-rata 1,4% per tahun selama tiga dekade terakhir. Baik migrasi maupun kelahiran adalah pemicu utama pertumbuhan populasi ini.
Selain itu, populasi Australia terpusat di kota-kota besar yang menjadi rumah bagi 73% dari total masyarakatnya. Sekitar satu dari empat orang tinggal di kawasan dalam dan luar Australia. Sedangkan 2% sisanya menempati daerah terpencil.
Kebanyakan kota besar cenderung tumbuh lebih cepat daripada wilayah regionalnya lantaran para pendatang lebih memilih untuk menetap di wilayah urban.
2. Pandemi COVID-19
Pasar properti Australia mengalami restrukturisasi radikal akibat pandemi. Di awal pandemi, antara bulan April dan September 2020, nilai hunian sempat turun, meskipun situasi kemudian membalik dengan cepat.
Pemerintah setempat memangkas suku bunga ke angka terendah sepanjang sejarah pada November 2020. Terlebih lagi, tidak akan ada kenaikan suku bunga selambatnya hingga 2024.
Kemudian, perekonomian digenjot dengan stimulus miliaran dolar yang mendorong lonjakan tabungan masyarakat. Karena pembiayaan yang begitu murah, mudah untuk mengakses lebih banyak pinjaman.
Di sisi lain, harga rumah naik. Akibatnya, nilai total real estate perumahan dan median nilai hunian turut melejit. Mengingat suku bunga yang sangat rendah, pembeli pun memasuki pasar properti dalam jumlah besar.
Sejak Juni 2020, aktivitas pembeli meledak setelah pengenalan skema pemerintah federal bersamaan dengan hibah dan konsesi bea materai.
Namun, setelah mencapai puncaknya pada Januari 2021, aktivitas pembelian rumah menurun. Berkurangnya intensitas ini mencerminkan sulitnya akses masuk ke pasar properti gara-gara harga rumah yang jauh di atas pendapatan.
Terlebih lagi, tingkat utang juga memecahkan rekor baru. Pada kuartal ketiga 2021, rasio utang rumah tangga terhadap pendapatan mencapai titik tertinggi sebesar 140,5%.??? Alhasil, lahirlah ketidakstabilan dalam perekonomian Australia.
Terakhir, tren migrasi selama COVID-19 menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam proporsi ruralisasi. Dampaknya yakni melonjaknya demand hunian ketika iklan properti memasuki periode langka di seluruh wilayah Australia, baik di pasar jual maupun sewa.
3. Kelalaian Pemerintah dalam Implementasi Kebijakan Publik
Terakhir, Alan Kohler, jurnalis keuangan Australia, mengungkapkan jika krisis yang tengah melanda Negeri Kanguru bukan hanya soal perumahan, melainkan juga krisis sosial dan ekonomi.
Dalam Quarterly Essay, Alan memetakan 70 tahun kebijakan publik perumahan di Australia. Berawal dari perubahan pada Commonwealth State Housing Agreement (1954), di mana program ini dialihkan untuk mendanai kepemilikan rumah dengan mewajibkan negara bagian untuk menjual sebagian besar properti yang dibangun.
Kemudian, Alan juga berpendapat benih masalah yang kini mewabah warga Australia muncul tidak lama setelah Perang Dunia II. Alasannya, kala itu pemerintah membiayai langsung pengadaan lebih dari 50.000 unit hunian setiap tahunnya.
Lebih dari setengah abad, merosotnya bantuan pemerintah untuk membangun properti baru, lebih-lebih untuk perumahan umum, menjadi penyebab utama dari krisis yang berlangsung sekarang.
Pada tahun 1947, hanya 53,4% warga Australia yang mampu membeli rumah. Di tahun 1966, angka ini naik menjadi 71,4%. Pada tahun 2023, jumlahnya turun ke kisaran 66%.???
Kebijakan pemerintah kala itu untuk ekspansi akses atas kepemilikan rumah, menurut Alan, malah menghancurkan sektor perumahan rakyat dan menyulut serangkaian kegagalan yang berulang di pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, kebijakan publik turut menggolongkan masyarakat berdasarkan nilai harta warisan.
Dulu, kelas sosial ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan. Sekarang, kelas ditentukan oleh banyaknya properti yang dimiliki. Transisi ini mulai terjadi sejak pertengahan tahun 80-an. Pemicunya antara lain deregulasi keuangan, privatisasi besar-besaran pelayanan di kawasan urban, dan residualisasi kesejahteraan.
Supaya properti bisa terjangkau masyarakat, harga rumah harus dipotong separuhnya. Atau, pendapatan mesti naik 4% per tahun selama 20 tahun sambil harga rumah tetap stabil.
Namun, keduanya mustahil terwujud. Krisis ini sudah terlampau parah sampai-sampai di kota-kota seperti Sydney, satu-satunya cara untuk memiliki rumah adalah dengan cara menerima warisan.
Menyiasati Krisis Perumahan di Australia
Krisis rumah adalah isu multidimensi yang mensyaratkan upaya terkoordinasi dari pemerintah di seluruh tingkatan. Faktanya, kolaborasi antara pemerintah dan developer bisa memainkan peran strategis dalam mengatasi masalah ini.
Misalnya, pemerintah dapat bermitra dengan developer untuk membangun unit perumahan terjangkau di atas tanah milik publik bagi keluarga berpenghasilan rendah dan menengah. Manfaat utamanya adalah memaksimalkan subsidi dan insentif dari pemerintah untuk mengurangi biaya konstruksi.
Belajar dari krisis ini, diperlukan developer yang inovatif dan berkomitmen tinggi, seperti Wiraland. Berbekal berbagai proyek sukses di Medan, Wiraland berhasil mengukuhkan posisi sebagai developer tepercaya. Contoh proyek unggulan kami adalah River Valley dan Givency One.
Supaya terhindar dari mimpi buruk seperti kasus Australia krisis rumah, Wiraland siap menggandeng semua pihak untuk mengantarkan solusi yang berkelanjutan. Pengalaman kami dalam menangani proyek mangkrak menjadikan kami mitra yang tepat. Hubungi kami untuk mendiskusikan apa pun kebutuhan proyek Anda.